Refleksi Pengalaman Berpastoral di Civita | Fr. Alberto Ernes


“Sebab Anak Domba yang di tengah-tengah takhta itu, akan menggembalakan mereka dan akan menuntun mereka ke mata air kehidupan. Dan Allah akan menghapus segala air mata dari mata mereka.”
(Wahyu 7:17)
Hari pertama: Bersyukur kepada Allah
            Saatdi Civita, kami disambut baik oleh Sr. Yoaneta, CB. Kemudian, kami pun bertemu dengan para staf Civita yakni yaitu Sr. Tilde, CB, Sr. Helena, CB dan Fr. Wahyu. Setelah itu kami disambut dengan hangat oleh mereka dan makan siang bersama. Selain itu di Civita ada RP. Odemus Bei Witono, SJ (Rm. Bei) selaku Direktur Civita sertaRP. Alex Dirjo, SJ.
           
Setelah selesai makan siang bersama, kami pun briefing untuk persiapan materi dan pembagian tugas. Pada saat briefing, saya dan Fr. Fritz akan menjadi pengamat dalam setiap sesi pada retret gelombang pertama. Lalu pada gelombang kedua, kami akan langsung terjun untuk memberikan materi dan sesi. Bagi saya, hal ini menarik dan menyenangkan karena dengan melihat terlebih dahulu, saya jadi mempunyai gambaran yang jelas dalam memberikan materi dan sesi di dalam gelombang kedua. Saya bersyukur atas hal ini, karena adanya kesempatan untuk belajar terlebih dahulu sebelum melakukan sesuatu. Learning by doing itulah yang saya refleksikan.
Hari ini adalah hari pertama saya memperoleh kesempatan untuk belajar berpastoral memberikan retret kepada anak-anak SD. Perasaan takut, cemas, gugup, panik saya rasakan ketika hendak berangkat ke Civita. Hal ini saya rasakan karena merasa belum siap untuk memberikan retret kepada anak-anak SD selain itutidak ada gambaran mengenai memberi retret. Ketika mendengar dan mengetahui bahwa saya dan Fr. Fritz akan memberikan retret kepada anak-anak SD, saya merasa semakin cemas karena akan kembali berhadapan dengan anak-anak SD. Hal ini saya rasakan karena pengalaman mengajar ketika di sebuah SDyang anak-anak yang sulit diatur. Akan tetapi, saya berusaha menepis semua itu, dan mencoba untuk menjalani dan menghadapi apapun yang terjadi.
            Dalam retret gelombang pertama ini, saya mendampingi SD Sang Timur Karang Tengah. Dalam retret gelombang pertama ini, saya bersama Fr. Fritz di Civita 1 untuk mengamati dan belajar bagaimana memberikan materi dan sesi retret yang dibawakan oleh Fr. Wahyu. Sesi ini merupakan sesi selamat datang dengan memperkenalkan Civita. Secara sekilas, saya melihat bahwa para peserta retret yang hadir merupakan anak-anak yang dimanjakan orang tuanya hal itu terlihat dari barang-barang yang dibawa dan dipakai selama retret. Melihat situasi ini, saya merasa prihatin akan kondisi ini karena hal ini akan membuat mereka mempunyai ketergantungan akan barang-barang tersebut dan asyik dengan dunia mereka sendiri. Dan pada akhirnya membuat relasi mereka baik dengan sesama, keluarga bahkan Tuhan semakin jauh.
            Tema yang diangkat melalui retret SD ini adalah “Saya Yang Dikasihi”. Melalui tema ini, para peserta retret diharapkan menyadari bahwa dirinya adalah pribadi yang dikasihi oleh sesama dan Tuhan. Dari tema ini, saya pun ikut merasa disadarkan bahwaTuhan mahapengasih. Melalui kegiatan pelatihan ini, saya pun merasa bersyukur bahwa Tuhan itu mahapengasih di mana ia memberi saya kesempatan ini untuk membuat saya belajar dalam memberikan retret agar menjadi bekal dalam menjalankan tugas-tugas perutusan.

Hari kedua: Semua ada waktunya
            Pagi hari ini terasa sejuk dan sesidengan sesi Doa Alam. Pada sesi ini, saya bersama Fr. Fritz dan Sr. Tilde menjelajahi alam sekitar Civita dengan bertelanjang kaki. Pengalaman ini menjadi berarti dan berkesan bagi saya. Dalam sesi ini, saya diingatkan dan disadarkan bahwa Tuhan yang mahaagung hadir melalui keindahan yang diberikan-Nya melalui alam ini.
            Dalam Doa Alam ini saya melihat berbagai ekspresi anak-anak seperti merasa senang karena dapat berjalan di atas tanah tanpa alas kaki, jijik atau takut akan sesuatu yang akan melukaikakinya. Saya pun ikut berjalan tanpa alas kaki untuk membuat mereka berani dan termotivasi bahwa merasakan hal seperti ini merupakan hal yang menyenangkan.
            Selama retret saya terbawa suasana dan merasa menjadi peserta retret, saya merasa bahwa saya masih dicintai Tuhan, yaitu saya masih diberikan kesempatan untuk merasakan keindahan alam yang diciptakan-Nya. Pengalaman ini membuat saya sadar bahwa Tuhan sangat baik dan mahakuasa di mana Dia menciptakan segala sesuatu yang indah dan baik bagi kita semua. Dan sebagai frater diosesan, saya disadarkan pula untuk menghargai dan merawat segala ciptaan-Nya terutama di Jakarta ini.
            Pengalaman kedua yang berkesan adalah saat mendampingi presiden dan wakil presiden Civita 1 untuk pulang dan tidak mengikuti retret lagi karena belum melaksanakan tugasnya. Pengalaman ini berkesan bagi saya karena melihat ekspresi para peserta yang terlihat murung dan menyesal atas perbuatan mereka yang membuat pemimpin mereka harus pulang dan tidak dapat melanjutkan retret ini. Saat pemimpin mereka diantar keluar gerbang rumah retret Civita, ada seorang anak perempuan yang berlari mengejar mereka hingga terjatuh. Dari peristiwa ini, saya sungguh terkesan oleh persahabatan mereka. Meskipun mereka masih anak-anak, tetapi kepedulian dan persahabatan mereka sudah terlihat jelas. Saya pun disadarkan akan pentingnya sebuah nilai persahabatan dan kepedulian terhadap sesama. Selain itu, sebagai frater diosesan KAJ, saya pun disadarkan untuk peduli terhadap sesama terutama yang hidupnya mengalami berbagai kesulitan.
            Lalu, pengalaman ketiga yang berkesan adalah saat sesi Kasih Allah yang dilanjutkan dengan pengakuan dosa, di sinimereka menangis. Sesi ini memang menghantarpeserta untuk menyesali segala perbuatan merekakhususnya kepada orang tua dan sesama. Di tengah-tengah sesi seorang anak yang menangis karena teringat akan kedua orang tuanya, dan tidak lama kemudian yang lain pun menangis. Saya melihat tangisan tersebut sebagai penyesalan dalam diri mereka. Saya melihat betapa polosnya mereka dari tangisan mereka. Keadaan ini membuat saya terhenyak akan keadaan dan situasi mereka yang begitu hanyut dalam kesedihan yang tercipta dalam sesiini. Hal ini mengingatkan akan pengalaman saya di masa laluketika seusia mereka. Saya merenungkan bahwa ada saatnya merasa senang dan ada saatnya merasa sedih. “Semua ada waktunya”, kata inilah yang menggambarkan keadaan saat ini.

Hari ketiga: Berani mencoba sesuatu yang baru
            Hari ini merupakan hari retret terakhir bersama anak-anak SD Sang Timur Karang Tengah gelombang pertama. Ada perasaan sedih karena harus berpisah dengan anak-anak retret gelombang pertama ini padahal sayamulai akrab dan dekat. Namun memang semua ada waktunya ada perjumpaan ada perpisahan. Perpisahan ini merupakan awal bagi mereka untuk kembali ke kehidupan yang nyata, di keluarga maupun di sekolah. Semoga perubahan dalam diri mereka untuk lebih disiplin dan hening terbawa ke tempat mereka berada. Hari juga awal bagi saya untuk terjun dan memberikan retret anak-anak SD Sang Timur Karang Tengah gelombang kedua.
            Perpisahan dengan mereka membawa perasaansedih dalam diri saya. Sebagai seorang frater diosesan, saya pun harus tetap menjalankan tugas perutusan saya ini, saya tidak boleh terlalu terbawa oleh perasaansaya yang terkadang mendominasi diri saya ini. Saya harus taat akan tugas perutusan saya ini. “Pertemuan merupakan awal dari Perpisahan”. Kata inilah yang menjadi penguat diri saya ketika terbawa perasaan sedih karena berpisah. Saya yakin bahwa suatu saat nanti, ada waktunya untuk bertemu kembali seperti Yesus yang wafat dan tiga hari kemudian bangkit dan bertemu dengan murid-murid-Nya.
            Setelah berpisah dengan para peserta retret gelombang pertama, saya langsung bergabung dengan para peserta retret dari SD Sang Timur Karang Tengah gelombang kedua. Pada hari ini, saya akan secara aktif dan penuh memberi sesi. Awalnya, saya sedikit panik dan gugup karena belum terbiasa. Akan tetapi, saya teringat akan pesan Sr. Tilde dan Sr. Yoaneta agar bertindak profesional agar meyakinkan. Untuk menciptakan suasana rileks sayaberinteraksi dengan menyapa mereka.
Hari ini, saya belajar untuk bertindak profesional dalam melakukan sesuatu. Jika ada sesuatu yang dirasa tidak bisa dilakukan, cobalah untuk melakukannya dahulu, jangan menyerah terhadap situasi dan kondisi yang ada. Sumber utama dari kegagalan adalah tidak adanya keberanian untuk mencoba.

Hari keempat: Mengendalikan emosi dalam diri
            Pada hari ini, saya benar-benar mulai mendampingi retret sebagai pembawa materi di setiap sesi baik diCivita 1 maupun di Civita 2. Hari ini, saya kembali belajar akan kesadaran diri sendiri dan pentingnya komitmen yang telah dibuat dan disepakati secara bersama. Saat evaluasi nilai mereka rendah karena mereka banyak yang melakukan pelanggaran sehingga membuat presiden dan wakil presiden dipulangkan. Dalam evaluasi itubeberapa anak mengaku bahwa ia telah melakukan pelanggaran yang pada akhirnya menyebabkan pemimpin mereka harus dipulangkan. Kesadaran ini menumbuhkan rasa bertanggung jawab. Mereka sadar bahwa seluruh tindakan meraka selalu berakibat bagi orang lain. Rasa tanggung jawab itu menumbuhkan solidaritas di mana mereka juga bersedia untuk dipulangkan. Dari dua peristiwa tersebut dapat lihat bagaimana nilai kesadaran dan tanggung jawab mulai ditanamkandalam diri mereka.
            Sesi yang saya berikan selanjutnya adalah Ibadat Persembahan. Dalamibadat ini, saya sempat merasa sedikit kesal. Perasaan ini muncul karena kegiatan doa pada malam hari ini tidak dapat berjalan dengan baik. Komitmen untuk hening atau silentium yang sudah diperkenalkan rupanya tidak dihiraukan dan tidak dilakukan kembali padahal waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 yang artinya sudah memasuki waktu silentium. Keadaan ini semakin tidak terkendali karena anak-anak semakin asyik dengan obrolan mereka hingga saya sempat memberhentikan sebentar ibadat tersebut. Setelah ibadat itu, saya sempat menyesal karena saya terbawa emosi saya untuk memberhentikan sebentar dan memperingatkan mereka akan keadaan silentium. Saya pun sebenarnya sudah mencoba untuk bertahan dan mengendalikan emosi itu, akan tetapi hal itu tetap saja keluar.
            Sebagai calon imam diosesan Keuskupan Agung Jakarta (KAJ), saya sadar bahwa hal ini sungguh tidak baik jika saya selalu terbawa emosi. Dan sebagai frater yang sedang menjalani proses formatio ini, saya berusaha untuk mengendalikan emosi dan mencoba untuk tidak melakukan apa yang menurut saya dan menurut emosi saya itu benar. Saya akan berusaha untuk melihat segala sesuatu secara objektif terlebih dahulu. Saya akan berusaha seperti Yesus yang melihat suatu peristiwadengan jernih tanpa terbawaemosi. Perasaan-Nya yang tenang dan jernih dalam melihat segala perkara membuat Yesus memberikan jalan keluar yang sesuai dan objektif.

Hari kelima: Civita, air kehidupan yang menyegarkan
            Hari ini merupakan hari terakhir saya berada di tempat Civita. Ada perasaan sedih karena saya sudah mulai mengenal dan akrab dengan mereka baik secara komunal maupun pribadi, baik itu dengan peserta retret maupun tim Civita. Pada kesempatan ini saya gunakan sebaik-baiknya untuk bersama-sama dengan mereka lebih sering seperti menemani mereka memberi makan ikan, hadir dalam setiapsesi. Sampai ketika mereka mau pulang, mereka mengucapkan terima kasih dan mengungkapnya denganmemeluk kami. Saya terkesan akan perubahan diri mereka, semoga perubahan ini tidak hanya terjadi di sini dan saat ini. Semoga mereka dapat menjadi pribadi yang lebih baik lagi di mana pun mereka berada setelah disegarkan dengan air kehidupan di Civita ini.
            Hari ini kami mengevaluasi seluruh perjalan selama di Civita bersama Romo Bei. Pada evaluasi ini, kami menceritakan seluruh pengalaman kami. Dan dari evaluasi ini, saya mendapat pesan dari Rm. Bei agar lebih memperhatikan segala sesuatu yang ada di sini, carilah makna dari setiap peristiwa yang dialami, termasuk peristiwa yang kecil. “Setiap peristiwa mempunyai sebuah makna. Carilah makna dari sebuah pengalaman dan galilah lebih dalam, lalu hubungkan dengan perjalanan hidup Yesus.” Itulah sebuah pesan yang diberikan Romo Bei dalam evaluasi kami.
            Pengalaman kesempatan berpastoral retret di Civita ini menjadi pengalaman berharga bagi saya. Hal ini sungguh memperkaya dalam memberikan pendampingan kepada anak-anak. Saya sungguh bersyukur dan berterima kasih atas kesempatan ini karena hal ini akan membantu saya dalam menjalankan tugas perutusan yang salah satunya adalah mengajar di SD Strada Dipamarga. Saya sungguh-sungguh merasa senang karena dapat berjumpa dengan anak-anak dari SD Sang Timur Karang Tengah yang memberi saya penyegaran terutama dalam hal rohani. Pengalaman bersama mereka membuat saya semakin bersemangat dalam menjalani jalan panggilan ini sebagai frater diosesan KAJ.
            Selama berada di Civita, secara pribadi, saya merasa senang. Di rumah retret Civita ini program pembinaan yang disediakan tertata rapi dan menarik serta menyenangkan. Tempat ini sangat cocok bagi para kaum muda yang sedang mencari identitas mengenai dirinya maupun yang ingin dibina baik secara jasmani maupun rohani. Tempat ini mempunyai fasilitas-fasilitas yang cukup memadai untuk pembinaan diri para kaum muda. Udara yang segar, daerah yang cukup luas, dan pemandangan yang indah menjadi sarana yang sangat mendukung bagi pembinaan kaum muda. Rasa syukur dan terima kasih, hanya itu yang dapat saya katakan mengenai pengalaman berpastoral di Civita. Banyak nilai dan pengalaman berharga yang saya dapatkan di tempat ini, baik dari pengalaman bersama para staf Civita, pengalaman mendampingi retret anak-anak, maupun melihat keindahan alam sekitar Civita ini.
Semoga Rumah Retret Civita Youth Camp yang telah berusia 40 tahun senantiasa memberikan air kehidupan sehingga siapa pun yang datang disegarkan. Profisiat untuk perayaan Lustrum VIII Civita Youth Camp. Semoga Tuhan memberkati seluruh usaha dan niat baik kita dalam pelayanan retret di Civita ini sebab “Anak Domba yang di tengah-tengah takhta itu, akan menggembalakan mereka dan akan menuntun mereka ke mata air kehidupan.” (Wahyu 7:17a).


* Penulis adalah frater Tahun Orientasi Rohani Keuskupan Agung Jakarta. Tulisan ini merupakan refleksi dari pengalaman belajar berpastoral di Civita pada tanggal 18-22 November 2013.
Berikutnya
« Prev Post
Sebelumnya
Next Post »