Oleh Sr. M. Ferdinanda Widya P, PBHK
Sr. M Ferdinanda Widya, PBHK |
Bukanlah suatu kebetulan kongregasi mengutusku ke Civita Youth Camp selama kurang lebih empat bulan, setelah aku menyelesaikan studi di IPPAK-USD (). Dengan sukacita dan gembira aku menuju ke Civita Youth Camp, sebagai bentuk kesiapanku terlibat secara optimal dalam karya kongregasi yang lebih khusus menangani pendampingan rekoleksi dan retret bagi kaum muda di rumah retret kami.
Menuju Civita, aku diantar oleh konsusterku dan kemudian berjumpa dengan Romo Budi Nugroho, SJ yang saat itu sebagai direktur Civita Youth Camp. Walau kehadiranku di Civita agak terlambat dibandingkan teman-teman dari kongregasi lain yang terlibat bersama-sama di Civita, saat aku berjumpa dengan mereka, terasa ada kedekatan dan tak berapa lama aku telah menjadi bagian dari mereka. Mereka adalah Romo Budi Nugroho, SJ, Sr. Emma, CB, Sr. Tilde, CB, Sr. Yoaneta, CB, Sr. Helena, CB, Sr. Adel, KYM, Fr. Nico, CP, Fr. Eddy, CP, Fr. Nando, OCD, Diakon Gerad, OCD dan Fr Aria, CM. Mereka mampu menerima dan menyambutku dengan keterbukaan dan persaudaraan ala komunitas Civita, inilah yang menarik dari Civita yaitu mampu menggerakkan pribadi menjadi bagian dari yang lain. Civita mengajarkan pada tiap pribadi pada suasana learning by doing, belajar dari pribadi yang lain serta terbuka dan rendah hati mengembangkan diri menjadi pola sikap kami dalam mempersiapkan dan melayani kaum muda yang retret bersama kami.
Keterbukaan dan persaudaraan ala komunitas Civita ini menjadi sarana bagiku untuk makin mengembangkan kematangan pribadi, panggilan dan perutusanku. Hidup dalam komunitas yang heterogen menjadikan saat bagiku belajar bagaimana seni hidup bersama dalam suatu perbedaan. Perbedaan menjadi seni karena masing-masing dari kami memiliki kesempatan untuk mengukir, mengeksplorasi, mengungkapkan dan mengapresiasi lewat kelincahan sikap yang penuh dengan canda dan tawa sebagai pribadi yang dewasa. Ketika terjadi kesalahpahaman, kami mengungkapkan hal tersebut dengan suasana yang lebih rileks dalam makan bersama kami di meja bundar dan meja persegi panjang. Meja inilah menjadi sarana dan tempat bagi kami untuk mengungkapkan kegembiraan, keletihan, kritik yang membangun, ide-ide baru dan juga humor-humor segar yang senantiasa meluncur keluar dari pikiran dan mulut kami. Rasanya tak pernah ada waktu singkat saja untuk kami saling berdiam diri dan membisu jika kami telah duduk mengelilingi meja bundar dan meja persegi panjang. Pasti selalu ada gelak tawa dan canda ria, ringan lepas dan menyegarkan.
Keterbukaan dan persaudaraan ala komunitas Civita, juga terasa saat kami melakukan ibadat harian bersama. Kesatuan hati dari masing-masing dengan Sang Pencipta terungkap dalam gerak-gerik liturgi yang kaya makna yang disajikan dalam untaian doa dan kehadiran mereka. Fr. Nico dan Sr. Helena yang lihai dengan bermain organ, Fr. Eddy yang memiliki “suara emasnya” sehingga kadang terdengar nada-nada baru yang tiba-tiba muncul tanpa terkendali, hal ini sangat mewarnai ibadat harian sehingga sungguh hidup. Fr. Nando dengan wajah polosnya yang rajin mendoakan harapan-harapan dari para retretan dan Sr. Emma yang tak pernah mahal dalam memberikan suara indahnya sehingga semakin menambah semarak dan hangat rasanya ruang doa kami serta Romo Budi yang sangat tenang dan inspiratif dalam memberikan homili saat misa komunitas atau misa bersama para retretan. Ingin rasanya berlama-lama dan tak beranjak dari ruang doa yang kecil nan mungil tersebut.
Dalam kesibukan pelayanan pendampingan retret bagi orang muda, kami masih sempat untuk mengambil waktu dan ruang bagi perjumpaan dengan Sang Pencipta secara pribadi. Di Civita inilah masing-masing dari kami belajar menjadi lebih dewasa dan matang dalam membagi waktu pribadi, bersama dan karya. Di tempat inilah kami belajar mengambil jeda, berani mundur baik untuk diri sendiri, untuk sesama dan untuk Tuhan secara lebih seimbang. Kami masing-masing dengan kerelaan hati menghargai dan menghormati waktu-waktu khusus yang memang dibutuhkan dari kami masing-masing untuk dapat berkumpul bersama dengan saudara-saudari sekongregasi. Di kesempatan lain ketika kami mengalami kepenatan dan kelelahan setelah melayani retretan orang muda, Romo Budi dengan pembawaan yang khasnya (cool, penuh pemahaman) mengajak kami untuk mengalami suasana lain di luar Civita. Biasanya kami jalan dan keluar dari kepenatan dalam pelayanan sehingga mendapatkan oase yang menjadi kekuatan untuk melayani kembali orang-orang muda yang membutuhkan oase rohani. Di Civita, kami belajar mencari keseimbangan agar pelayanan makin berkualitas, bermutu dan berdaya ubah atas kesadaran diri dari perjumpaan dengan Tuhan yang mencinta.
Kebersamaan dan keseimbangan hidup religius ala komunitas Civita mendorongku, mengembangkan pikiran dan kreativitas diri pada pelayanan terhadap orang-orang muda akan hal-hal baru, sehingga pendampingan memiliki makna membarui diri yang terus-menerus. Upaya mengasah ketrampilan untuk makin percaya diri mendapat tempat yang sangat luas dan keberanian diri menerima masukan-masukan yang baik demi perkembangan pelayanan juga menjadi tanah subur bagi kematangan pribadi dan pelayanan yang optimal. Sr. Emma, menjadi sumber air yang menyegarkan yang tak pernah henti kami timba. Sr. Emma adalah sumber inspirasi baru bagi kami untuk siap melayani para retretan dan beliau juga siap menerima hal-hal baru dari kami yang masih muda dalam pelayanan retret. Dalam hal seperti inilah learning by doing bergulir dalam pelayanan kami.
Pernah suatu ketika aku memimpin salah satu sesi yang dimulai dengan bernyanyi “Hallo-hallo apa kabar” (ini lagu kesayangan kami). Tiba-tiba dalam memberi contoh ada nada yang kurang tetap sehingga membuatku tidak bisa menghentikan nanyian tersebut dengan cantik. Pada saat itu aku melihat Fr. Nico dan Fr. Eddy duduk di belakang sambil tersenyum karena melihatku seperti kepiting yang direbus dan siap santap. Tapi situasi ini tak membuat ku kehilangan akal, dengan spontan aku meminta mereka maju untuk ikut terlibat dalam memberi contoh pada para retretan. Dan setelah itu, aku meneruskan sesi bersama mereka dan berjalan dengan lancar. Terima kasih fraer mulai saat itu aku tak pernah lupa dengan nyanyian tersebut.
Selama aku tinggal dan mengalami hidup bersama, Civita menjadi tempat yang baik bagi orang-orang muda untuk menimba pengalaman akan Allah. Allah yang mencinta, Allah yang peduli, Allah yang kreatif membarui hidup mereka dan juga kami yang mendampingi mereka. Di Civita orang muda diajak menyadari dirinya pada posisi sentral untuk mengembangkan integritas dirinya agar menjadi manusia yang beriman dan berkarakter mulia, sehat, cakap, kreatif, inovatif, dan mandiri.
Terima kasih Civita, semoga semakin berbenah dalam usia yang semakin matang dan dewasa serta menjadi pijar kasih Tuhan yang tak pernah redup memancar terang dalam pelayanan pada orang muda yang membutuhkan pembaruan hidup rohani dan kepribadian. Jayalah Civita. Salam kasih dari Hati Kudus dan Bunda Hati Kudus
Sr. M. Ferdinanda Widya P, PBHK